Cyber Religion….
Cyber Religion merupakan aktivitas
keagamaan yang dilakukan secara online. Aktivitas untuk melakukan komunikasi
dan dialog keagamaan dengan memanfaatkan account twiter, facebook maupun web
merupakan hal yang efektif dilakukan saat ini. Seseorang tidak terbatas ruang
dan waktu untuk berbagi informasi, belajar agama dan saling mengingatkan
tentang agama. Saat ini hanya dengan satu “klik” kita bisa bertanya apa saja
dan mengetahui apa saja. Banyak situs-situs baik yang dikelola pribadi maupun
group yang menjadi sarana komunikasi dan aktivitas keagamaan secara online. Semua
kemudahan yang ditawarkan dari Cyber Religion ini tidak terlepas dari
sisi negative bila kita tidak mampu menganalisis kejelasan content maupun
profil pengelolanya.
Dalam
menganalisis situs yang bisa dijadikan bahan rujukan diawali dengan melihat
dari sisi pengelola situs tersebut. Apakah pengelola situs anonym/ tidak?
Apakah berupa perorangan atau group? Bagaimana kapasitas dan ilmu keagamaan
yang dimiliki oleh pengelola? Selain itu, analisis bisa dilakukan dari sis content yang dimasukkan. Apakah konten
yang dikelola berupa fakta atau asumsi? Bagaimana rujukan yang dipakai? Apakah
rujukan berupa Al-Quran dan hadist yang dijadikan landasan dikutip secara
keseluruhan atau sebagian dan bagaimana penterjeahannya? Bagaimana bahasa yang
digunakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan yang ingin dibagi dan
dirujuk?
Sebagai
salah satu bahan analisa, terdapat sebuah akun facebook “X” yang selalu update
status keagamaan. Akun ini dikelola secara perorangan. Update statusnya dilakukan dilakukan
secara berkala. Content yang
dimasukkan berupa tema-tema keagamaan dengan mengutip Al qur’an dan Hadist.
Tema yang diangkat merupakan diskusi mengenai bid’ah dan sebagian besar
merupakan kumpulan tulisan atau kutipan ceramah. Terdapat banyak dialog dan
komentar dalam setiap status yang di update
pengelola tidak hadir sebagai
pemecah atas tema yang sudah digulirkan. Bahasa yang digunakan cukup menarik
banyak komentar baik yang pro maupun kontra. Setiap status dikomentari paling
sedikit sekitar 200-an orang bahkan ada status tertentu yang sampai mencapai 820
comment. Yang disayangkan adalah dengan tingkat respon tinggi tersebut,
pengelola tidak hadir untuk meluruskan atau mempertanggung jawaban atas apa
yang sudah digulirkan ke meja diskusi. Salah tempat mencari ilmu, salah content yang diterima dan kurangnya
dasar sebagai pertimbangan untuk menerima atau menolak setiap content yang ada bisa menjadi boomerang
bagi para pencari informasi melalui dunia maya
Dengan
demikian, pustakawan sebagai mediator informasi di perpustakaan harus mampu
menganalisasumber informasi yang akan
ditawarkan kepada penggunanya sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Internet dengan semua situs yang ada bagaikan dua sis mata uang bagi pengelola
informasi dan para pencari informasi. Bila tidak pandai memilah dan memilih maka
informasi yang didapatkan akan salah dan hanya berupa informasi “sampah”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar